Quote of the Day

more Quotes

Wednesday, May 28, 2014

Bedah Kasus Hak Cipta

Kasus: 


Coldplay Diseret ke Meja Hijau

Lagu 'Viva La Vida' milik Coldplay dituduh menjiplak 'If I Could Fly'-nya Joe Satriani.

VIVAnews - Aksi jiplak-menjiplak karya musisi lain, tidak hanya terjadi di tanah air. Kelompok band Coldplay juga berurusan dengan hal serupa. Salah satu hit-nya dituduh menjiplak musik karya Joe Satriani.

Chris Martin cs diseret ke pengadilan lantaran lagu 'Viva La Vida' mereka dituduh menjiplak beberapa bagian musik gitaris rock instrumental itu. Di pengadilan federal Los Angeles, band yang memboyong penghargaan Grammy itu, membantah keras tuduhan tersebut.

Dalam pembelaan di Los Angeles, Senin 6 April kemarin, kuasa hukum Coldplay mengeluarkan pembelaannya. Kemiripan lagu 'Viva La Vida' dan lagu Satriani, 'If I Could Fly', tidak cukup menjamin kerugian-kerugian.

Pihak Coldplay menyebut lagu Satriani kurang memiliki originalitas. Kelompok rock alternative itu mengklaim, lagu Satriani itu seharusnya tidak mendapat perlindungan hak cipta.

Satriani menggugat Coldplay Desember tahun lalu, 2008. Musisi yang jago memainkan gitar, bass, keyboard, harmonika, dan banjo itu mengugat Coldplay. Ia bilang, Coldplay memakai sebagian besar porsi asli lagu 'If I Could Fly' miliknya yang rilis 2004.

Kuasa hukum Satriani, Howard E King menyatakan, pembelaan Coldplay lumrah. Setiap kasus pelanggaran hak cipta akan melontarkan alasan serupa. Ia mengira, masalah itu bisa diselesaikan tanpa tuntutan hukum. 

Pertanyaan:


Bagaimanakah penerapan hukum dalam kasus plagiat atau plagiarisme dalam dunia musik? Bagaimanakah penyelesaiannya jika terjadi sengketa?  

Jawaban:


 Pada dasarnya, dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UUHC”) tidak memberikan definisi plagiarisme. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan plagiarisme adalah penjiplakan yg melanggar hak cipta.

 Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, naskah, dan sebagainya dari orang lain secara keseluruhan atau sebagian, tanpa menyebut sumber dan membuatnya seolah-olah tulisan dan pendapat sendiri. Dalam hal demikian, untuk menghindar plagiarisme, seseorang perlu mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta sebelum memutuskan untuk menggunakan karya pihak tersebut.

Hak Cipta itu sendiri adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 1 UUHC).

 Menurut Pasal 2 ayat (1) UUHC, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Yang dimaksud dengan hak eksklusif, menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUHC, adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Sedangkan dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.

Lagu atau musik dalam UUHC adalah salah satu ciptaan yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC. Lagu atau musik ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC.

 Lalu apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak cipta itu? UUHC menyebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta di dalam Pasal 15 UUHC. Pasal ini mengatakan bahwa dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.       penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.      pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c.       pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
i.                     ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
ii.                   pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d.      Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
e.      Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f.        perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g.       pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri

Dalam hal ini, musik tidak termasuk ke dalam hal-hal yang dapat dianggap bukan pelanggaran hak cipta. Jadi, plagiarisme terhadap suatu karya musik dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sepanjang tidak disebutkan atau dicantumkan sumbernya.

 Mengacu pada hal-hal di atas, dapat disimpulkan pula dalam tindakan plagiarisme musik, plagiator melakukan tindakan memperbanyak suatu bagian yang substansial dari suatu karya musik dengan jalan menyalin tanpa izin pencipta.

 Atas pelanggaran hak cipta dalam Pasal 2 UUHC, pelaku plagiarisme dapat dijerat dengan ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (1) UUHC dengan dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

 Adapun penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran ini dapat dilakukan melalui Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa (penjelasan umum UUHC). Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UUHC, pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepadaPengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. Kemudian, selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan niaga, para pihak juga dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (Pasal 65 UUHC).
  

Referensi:
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt533af41a41909/penerapan-hukum-dalam-plagiarisme-musik

Sumber berita:
http://life.viva.co.id/news/read/47478-coldplay_diseret_ke_meja_hijau


1 comments:

AmandaCarl said...

Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
SITUS GAME KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @Taipanqq.info
• No Hp : +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!

Post a Comment